Nyanyian Rindu Peraih Medali Perak Untuk Andrea Hirata

Azzahra Salsabila, Pemenang FLS2N Manado asal Provinsi Bengkulu | Foto: Dok. Pribadi Azzahrah/PROGRES.ID

Pada setangkai hujan, izinkan aku untuk melempar mimpi.
Kau boleh bawa dulu mimpi itu ikut dengan mu menghujam tanah,
tapi kan kutunggu nanti jikalau Mentari memanggilmu,
Awass!! 
Jangan pernah kau coba meninggalkan mimpi yang kutitipkan itu.
Bawa ia!!
Dan turunkan di tanah Belitong Timur,,
Teteskan rindu itu pada seorang penyair yang menakjubkan: Andrea Hirata,,
Katakan pula aku ingin menjumpainya

Begitulah rindu itu dialirkan dalam sebuah puisi “Pada Setangkai Hujan” karya siswa SMPN kelas 9 Azzahra Salsabila (14). Sebuah harapan yang tersurat begitu kencang, Keinginanya bertemu dengan novelis Andrea Hirata terlihat begitu menggebu. Seperti yang diceritakanya pada Progres.Id petang itu bahwa sosok Andrea Hiratalah yang membuat gadis kecil ini mulai mencintai dunia sastra. Obrolan yang renyah itu terasa begitu menginspirasi, membawa imajinasi berpetualang bersama mimpi. Mimpi yang suatu saat akan menjadi besar.

Bacaan Lainnya

“Hahaa,, iya mbak kayanya seru ya,, Zahra mau ngobrol sepuas-puasnya nanyain tentang semua cerita yang ada dalam 8 novelnya, trus Zah mau ajak kak Andreanya ke semua latar tempat yang ada di dalam novelnya: Sekolah Laskar Pelangi, Pantai Belitong, Sungai Linggang, warung kopi usah kau kenang lagi, Tanjong Pandan, rumah aslinya Andrea Hirata, rumah Maryamah, pokonyya semua dehh mbak, juga minta ditemenin sama Andrea Hiratanya ke museum kata miliknya, banyak banget yah mbak,, hehe,” tuturnya dengan semangat.

Kecintaanya dalam dunia sastra serta bakatnya dalam menulis, tidak menjadikan ia bercita-cita menjadi seorang penulis. Baginya, menulis bisa dilakukan dimanapun dan kapan saja. Namun, tetap membutuhkan continueitas agar tulisan yang dihasilkan memiliki progres serta pengembangan yang baik, dan peran lingkungan terdekat (keluarga) dan sekolah sangatlah penting.

Foto Bersama Azzahrah Salsabilah

Untuk mendukung dan mengembangkan bakat seorang anak, biasanya setiap orang tua memiliki cara yang unik untuk memotivasi anaknya agar tetap terus belajar dengan caranya sendiri. Seperti anak dari pasangan Ibu Elvida Husni dan Bapak Mizi Ansori ini, yang tak jarang harus melakukan perdebatan panjang terlebih dahulu dengan orang tua khususnya sang ayah untuk mendapatkan sebuah pemahaman.

Ia mengaku, keluarga memberikan kontribusi yang besar dalam memberikan dukungan serta kebebasan berkreatifitas dan berpendapat. Debat, diyakini anak yang akrab disapa Zahra ini mampu merangsang rasa keingintahuan yang lebih sehingga mempelajari sesuatu bisa jadi menyenangkan. Alhasil, Zahra mampu mengeksplorasi antara bakat dan kesenangan menjadi sebuah prestasi yang membanggakan.

“Zah sering berdebat dengan ayah. Kadang, harus saling bermusuhan tapi zah senang dengan adanya perbedaan pendapat dengan ayah. Zahra jadi ingin tahu lebih banyak,” kisahnya.

Baca: FLS2N, Dua Pelajar Bengkulu Bawa Pulang Emas dan Perak

Sejak SD, Zahra yang bercita-cita menjadi Astronot ini telah memiliki segudang prestasi dibidang sastra. Prestasi itu diantaranya;

  • Juara 1 FLS2N Cipta Puisi Tingkat SD se-Kabupaten Kepahiang tahun 2013
  • Juara 1 FLS2N Cipta Puisi Tingkat SD se-Provinsi Bengkulu tahun 2013
  • Menjadi finalis lomba cipta puisi tingkat nasional di Cipanas tahun 2013
  • Juara 1 FLS2N cipta cerpen tingkat SMP se-Kabupaten Kepahiang
  • Juara III cipta cerpen tingkat SMP se-Provinsi Bengkulu
  • Juara 1 cipta puisi AJF Kabupaten Kepahiang
  • Juara 1 baca puisi Ultah Kabupaten Kepahiang
  • Juara 1 cipta cerpen FLS2N tingkat SMP se-Kepahiang
  • Juara 1 cipta cerpen FLS2N tingkat SMP se-Provinsi Bengkulu 2016
  • Juara II cipta cerpen FLS2N tingkat SMP se-Indonesia 2016

Selain menyukai dunia sastra, pemenang lomba cipta cerpen tingkat nasional 2016 yang berhasil meraih medali perak ini juga menyukai dunia Sains. Hal ini dibuktikan dengan menjadi juara harapan Daiyah tingkat kabupaten. Selebihnya, dari tahun 2013 hingga 2016 Zahra berhasil memenangkan lomba menulis hingga ke tingkat nasional. Zahra juga pernah diundang ke Istana Negara saat perayaan HUT RI yang ke-68 atas prestasinya tersebut.

Puisi itu Kejam, Puisi itu Lebih Mengutuk

Seperti itulah seorang Azzahra Salsabila memaknai puisi. Karya sastra yang paling digemarinya. Ia begitu memahami bagaimana harus membuat sebuah puisi agar tepat sasaran. “Puisi tidak memerlukan penjelasan yang panjang, satu kata bisa menjelaskan banyak hal,” katanya.

Untuk anak seusianya, Zahra sudah sangat paham bagaimana menyiasati diksi yang sederhana menjadi sebuah puisi yang konkret, mampu merumuskan judul karya yang notabene kebanyakan anak seusianya belum mampu melakukanya. Sangat pantas, jika dalam bidang cipta puisi ia selalu meraih gelar juara.

Lain halnya dengan cerita pendek (Cerpen), awalnya Zahra tidak begitu tertarik dengan cerita pendek. Selain memerlukan penjelasan yang panjang, menurutnya hal tersulit dalam membuat cerpen adalah menciptakan sebuah konflik dalam cerita. Namun, justru ketidaksukaannya pada cerpen itulah yang membawanya meraih kesuksesan di tingkat nasional. Dengan rasa keingintahuanyalah, ia berhasil memahami unsur-unsur intrinsik yang akan membangun sebuah cerita. Bagaimana sebuah cerita dibangun dengan konflik-konflik yang cerdas. Untungnya, ia mendapatkan pembimbing yang tepat di lingkungan sekolah yang berdedikasi tinggi untuk mendidik dan mengarahkan bakatnya dalam meraih kesuksesan.

Dan pada akhirnya, cerpen yang berjudul “Kaganga Mengunyah Senja” (Manado,red) sanggup membuka jendela kearifan sastra lokal yang berhasil diramu dengan berbagai konflik yang jenius. Sebuah cerita dari seorang anak penderita disleksia, yang kesulitan menggabungkan sebuah simbol dan makna. Diceritakan, anak tersebut hidup besama neneknya dengan keadaan ekonomi yang sulit. Huruf Kaganga dijadikan inti alur cerita perjuangan seorang anak disleksia yang pada akhirnya berhasil mengangkat Kaganga menjadi motif batik yang menarik. Tentu perjuanganya tidak mudah, anak penderita disleksia itu harus menjalani proses yang panjang untuk memenangkan kegagalan demi kegalan hingga akhirnya motif batik dari huruf kaganga itu diakui dunia.

Sejak saat itu, Zahra lebih menemukan keasyikan dalam menulis sastra. Kemenangan adalah motivasi terbesar yang merubah cara pandang seseorang. Baginya, tidak ada hal yang sulit selagi kita mau mempelajari dan memahaminya.(dsy)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.