Polemik Putusan MK, Muhammadiyah Tak Izinkan Kampanye di Lembaga Pendidikan

Muhammadiyah/ist

PROGRES.ID– Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, menyatakan bahwa meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengizinkan, Muhammadiyah tidak akan memberikan izin untuk kegiatan kampanye Pemilu 2024 di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Muhammadiyah. Perubahan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu oleh MK memungkinkan lembaga pendidikan menjadi tempat kampanye, asalkan mendapat izin dari lembaga pendidikan tersebut dan tanpa atribut kampanye.

“Walaupun diperbolehkan, lembaga pendidikan Muhammadiyah akan sangat berhati-hati bahkan mungkin tidak memberikan izin kampanye di kampus,” ujar Mu’ti seperti dilansir dari CNNIndonesia.com (25/8/2023).

Bacaan Lainnya

Mu’ti menjelaskan bahwa keputusan MK yang mengizinkan lembaga pendidikan sebagai tempat kampanye dapat memiliki dampak negatif terhadap dinamika politik dan kegiatan akademik.

“Tarik menarik kepentingan politik di kampus akan semakin kuat,” tambahnya.

Di sisi lain, Ahmad Fahrurrozi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) atau Gus Fahrur, menyarankan agar kegiatan kampanye di lembaga pendidikan dihindari. Bagi Gus Fahrur, lembaga pendidikan tidak seharusnya terlibat dalam politik praktis.

“Boleh kan tidak selalu harus dilakukan. Jangan ada jor joran antar sekolah yang mengundang salah satu capres tertentu saja, siswa satu sekolahan saja tentu bisa saling beda pilihan, jangan sampai terdampak polarisasi Pemilu 2024,” ujarnya.

Gus Fahrur juga menekankan perlunya aturan yang lebih jelas mengenai penggunaan lembaga pendidikan sebagai lokasi kampanye.

“Agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan tujuan pendidikan dan situasi masyarakat yang majemuk,” tambahnya.

Sebelumnya, MK telah menyatakan larangan berkampanye di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah bertentangan dengan UUD 1945. Ini adalah hasil putusan terkait gugatan terhadap Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu dalam perkara nomor Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023.

Sebelum perubahan tersebut, pasal tersebut menyatakan bahwa peserta pemilu dapat hadir di tempat ibadah, lembaga pendidikan, dan fasilitas pemerintah hanya jika tidak membawa atribut kampanye. Mereka juga harus mendapatkan izin dari pengelola fasilitas tersebut.

Dengan putusan MK yang baru, pasal tersebut kini diubah menjadi: penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan lembaga pendidikan diizinkan, namun hanya jika mendapat izin dari pihak yang bertanggung jawab atas tempat tersebut dan tanpa membawa atribut kampanye pemilu.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga mengkritik putusan MK tersebut. Mereka merasa kecewa dan mempertanyakan batasan yang diberlakukan dalam putusan tersebut. Menurut FSGI, memperbolehkan kampanye di lembaga pendidikan tidaklah tepat.(sr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.