Kemenkes Pastikan Varian Mu Belum Terdeteksi di Indonesia

PROGRES.ID –

Bacaan Lainnya

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 di Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menegaskan sampai saat ini mutasi baru virus COVID-19 yakni varian Mu belum terdeteksi di Indonesia. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) ribuan pelaku perjalanan internasional di pintu masuk kedatangan di Indonesia.

“Kami dari Kementerian Kesehatan juga sektor terkait lainnya selalu memantau dan melakukan pemeriksaan sequencing terhadap kasus-kasus yang masuk ke Indonesia maupun yang terjadi melalui penularan lokal yang terjadi di Indonesia. Sampai saat ini, tidak kurang dari 5.835 hasil sequencing telah kita laporkan, dan dari hasil pemeriksaan tersebut 2.300 adalah merupakan varian Delta yang ditemukan di 33 provinsi di Indonesia,” ungkap Nadia dalam telekonferensi pers di Jakarta, Jumat (10/9).

Jubir Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi dalam telekonferensi pers di Jakarta, Jumat (10/9) memastikan varian Mu belum terdeteksi di Indonesia. (VOA)

Jubir Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi dalam telekonferensi pers di Jakarta, Jumat (10/9) memastikan varian Mu belum terdeteksi di Indonesia. (VOA)

Pemerintah pun, katanya, selalu memantau berbagai varian atau mutasi baru yang muncul baik yang termasuk dalam kategori variant of concern (VOC) yakni varian Alpha, Beta, Gamma dan Dellta, maupun varian yang termasuk dalam kategori variant of interest (VOI) yaitu varian Eta, Iota, Appa, Lamda, Mu dan varian lokal lain yang muncul di Indonesia.

Pihaknya pun akan melakukan pengetatan kebijakan terhadap pelaku perjalanan internasional agar varian-varian tersebut tidak masuk ke Indonesia, termasuk terus berkoordinasi dengan para petugas di pintu masuk kedatangan; menyusun berbagai kebijakan untuk mengantisipasi kemungkinan masuknya varian yang memiliki potensi kebal terhadap vaksin, mewajibkan karantina selama delapan hari bagi pelaku perjalanan internasional, uji pada saat kedatangan dan kepergian; serta mewajibkan vaksinadi COVID-19.

“Kami juga terus berkonsultasi dengan WHO untuk terus memperbaharui informasi terkait varian Mu dan varian-varian lainnya yang berpotensi menyebar di Indonesia. Pemerintah juga memantau pelaku perjalanan luar negeri seperti WNI yang baru kembali dari Kolombia, Ekuador, maupun negara-negara yang mengumumkan sudah ada penyebaran varian Mu di negara mereka,” jelasnya.

Pelaku Perjalanan Internasional Terdeteksi Positif Corona

Dalam kesempatan ini, Nadia juga memaparkan berdasarkan data yang ada menunjukkan 2,24 persen WNI yang kembali dari perjalanan luar negeri teridentifikasi positif corona, meskipun hasil tes dari negara asal kedatangan dinyatakan negatif. Sementara itu sebanyak 0,83 persen WNA yang datang ke Indonesia juga dinyatakan positif di pintu masuk kedatangan di Indonesia.

Para petugas kesehatan memindai suhu tubuh penumpang setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, 22 Januari 2020. (AP)

Para petugas kesehatan memindai suhu tubuh penumpang setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, 22 Januari 2020. (AP)

“Untuk itu kami mengimbau agar pintu-pintu masuk ke Indonesia seperti Bandara Udara, Pelabuhan, Laut internasional untuk terus memperketat prosedur skrining dan prosedur pengawasan masuknya pelaku perjalanan internasional,” katanya.

Selain itu, juga tercatat pada periode 1-31 Agustus sebanyak 4,5 persen pelaku perjalanan internasional dari jumlah total kedatangan 36.722 orang terkonfirmasi positif COVID-19. Adapun lima negara asal kedatangan pelaku perjalanan internasional yang memiliki catatan positif COVID-19 tertinggi pada periode tersebut adalah Arab Saudi, Malaysia, Uni Emirat Arab (EUA), Korea Selatan dan Jepang.

Sedangkan pada periode 1-6 September sebanyak dua persen pelaku perjalanan internasional dari total 7.179 orang positif COVID-19. Lima negara asal kedatangan pelaku perjalanan internasional dengan tingkat positif COVID-19 tertinggi pada periode ini adalah Arab Saudi, Malaysia, Turki, Uni Emirat Arab, dan Singapura.

Sebagian pelaku perjalanan Internasional terdeteksi positif COVID-19 di pintu masuk Indonesia. (Foto:VOA)

Sebagian pelaku perjalanan Internasional terdeteksi positif COVID-19 di pintu masuk Indonesia. (Foto:VOA)

“Mereka yang datang dinyatakan positif setelah dilakukan pemeriksaan kembali di pintu masuk kedatangan Indonesia meski sebelumnya kita ketahui hasil tes dari negara asal kedatangannya sebelum berangkat dinyatakan negatif. Untuk diketahui pelaku perjalanan luar negeri dari asal negara kedatangan ini bukan berarti mereka warga negara asli dari negara tersebut. Pelaku perjalanan bisa saja warga negara asing yang masuk ke Indonesia, dari negara yang disebutkan tadi, atau bahkan WNI yang pulang dari negara asal kedatangan tersebut,” jelasnya.

Dari hasil penelusuran tersebut juga diketahui bahwa sebanyak 65 persen dari pelaku perjalanan luar negeri ini belum mendapatkan vaksin COVID-19 setelah mendarat di Indonesia. Maka dari itu, pemerintah mengimbau kepada warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) yang ingin memasuki Indonesia agar dapat divaksinasi COVID-19 terlebih dahulu di negara asal kedatangannya agar dapat terlindungi di dalam perjalanan.

Ancaman Varian Baru Bisa Berasal dari Indonesia

Dalam kesempatan terpisah, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan semua virus penyebab COVID-19 yakni Sars-Cov2 pasti akan bermutasi selama penularan virus ini masih terjadi di masyarakat.

“Sehingga ancaman varian baru tidak hanya berasal dari luar Indonesia, namun dapat pula terbentuk di dalam negara kita. Dalam hal ini, pemerintah melalui berbagai kebijakan yang menyeluruh senantiasa berusaha menekan angka kasus. Semakin rendah penularan yang terjadi, maka semakin kecil pula kemungkinan virus mengalami perubahan menjadi varian baru,” ungkap Wiku.

Anak-anak memakai masker, duduk di atas jungkat-jungkit di tengah pandemi COVID-19 di Jakarta, 7 September 2021. (REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

Anak-anak memakai masker, duduk di atas jungkat-jungkit di tengah pandemi COVID-19 di Jakarta, 7 September 2021. (REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

Wiku menjelaskan, sampai hari ini jenis varian atau mutasi baru COVID-19 terbagi menjadi dua kategori yakni VOC atau varian yang menjadi perhatian dan VOI atau varian yang diamati. Untuk VOC sendiri, ujar Wiku, sudah terbukti mengalami perubahan karakteristik seperti lebih menular, meningkatkan keparahan gejala, menurunkan efektivtas tubuh, menurunkan akurasi alat diagnostik atau menurunkan efektivitas obat dan terapi.

“Sampai saat ini terdapat empat VOC yang perlu menjadi perhatian. Kita dapat sama-sama mengetahui setiap jenis varian ini memiliki karakteristik khas. Varian Alpha bersifat lebih menular dan lebih berpeluang menyebabkan keparahan gejala, varian Beta dan Gamma bersifat lebih menular serta meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit, dan varian Delta bersifat lebih menular bahkan bagi orang yang telah tervaksinasi serta meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit,” tuturnya.

Sedangkan sampai hari ini WHO melaporkan terdapat lima jenis varian yang termasuk ke dalam kategori VOI yakni Etta, Iota, Kappa, Lamda dan Mu. Varian-varian yang masuk dalam kategori VOI tersebut, kata Wiku, dapat mengalami perubahan genetika, dan memunculkan klaster-klaster baru di beberapa negara.

“Terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi seiring dengan studi lanjutan yang dilakukan yaitu berubahnya status VOI menjadi VOC, sebagaimana yang dialami varian delta, atau statusnya berubah menjadi dormant atau tidak aktif di suatu wilayah. Untuk itu jangan terlalu panik dan tetap waspada dengan terus meningkatkan kedislipinan menjalankan protokol kesehatan,” pungkasnya. [gi/ab]

logo voa indonesia

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.