Rentetan Kebijakan Tak Populer, Tagar JokowiMUNDUR Jadi Trending Twitter

Joko Widodo
Presiden Joko Widodo membacakan pidato di Sidang Tahunan MPR di Gedung Parlemen, Senayan, 16 Agustus 2018 (Foto: Reuters via VOA Indonesia)
Joko Widodo
Presiden Joko Widodo membacakan pidato di Sidang Tahunan MPR di Gedung Parlemen, Senayan, 16 Agustus 2018 (Foto: Reuters via VOA Indonesia)

JAKARTA, PROGRES.ID – Sejumlah kebijakan tidak populer Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada injury time masa pemerintahannya di periode pertama menuai kritik publik. Mulai dari persetujuan revisi UU KPK yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah, disusul revisi KUHP menuai kritik.

Sebelumnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah lebih dulu menjadi kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi. Belum tuntas soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan, rakyat dihadapkan lagi dengan pencabutan subsidi listrik 900 KWH.

Bacaan Lainnya

Kekecewaan masyarakat, terutama warganet membuat mereka menggaungkan tagar #jokowiMUNDUR. Tagar ini menjadi trending topic Twitter, tepatnya posisi kedua pada Kamis (19/9/2019) petang.

Pantauan Progres.ID, tagar #TetapDipimpinJokowi juga menjadi trending, namun belum mampu menyamai posisi tagar #jokowiMUNDUR. #TetapDipimpinJokowi hanya berada pada posisi kelima.

Mayoritas warganet yang menyuarakan #TetapDipimpinJokowi masih optimis, Presiden Jokowi akan membuat kebijakan yang lebih baik dan prorakyat dalam beberapa waktu kedepan.

Melansir, VOA Indonesia, sebelum Revisi UU KPK disahkan oleh DPR, para akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta masih menaruh harapan bahwa Jokowi akan berpikir ulang. Mereka berkumpul, menyatakan sikap, membaca puisi dan mengirimkan doa kepada salah satu alumni kampus itu, yang mereka panggil Mas Joko.

Pakar Hukum UGM, Zaenal Arifin Mochtar mengatakan, desakan ini tidak berarti mereka paling memahami persoalan. Desakan tersebut lebih sebagai upaya untuk berbagi kehawatiran akademisi mengenai nasib KPK ke depan. Perubahan UU KPK yang dipaksakan, bagaimanapun tidak bisa diterima.

“Saya yakin presiden tidak mendapatkan asupan analisis yang cukup. Saya yakin betul itu. Presiden tidak mendapatkan analisa yang lengkap. Tidak mendapatkan hal-hal yang luar biasa. Sehingga Presiden melakukan langkah yang boleh dipandang keliru. Tidak tepat. Hari ini kami mengingatkan. Hari ini kami memberikan batasan kembali, bahwa ada yang harus diperhatikan, yaitu pemberantasan korupsi itu sendiri,” kata Zaenal.(**)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.