Diduga Jual Narkoba Sitaan, Kapolda Sumbar Ditangkap

teddy minahasa
Kapolda Sumatra Barat Irjen. Pol. Teddy Minahasa saat menghadiri peringatan HUT Lalu Lintas ke-67, di Padang, Sumatra Barat, 22 September 2022 (Foto: TribaraNewsSumbar)

**Batas Iklan**

JAKARTA, PROGRES.ID – Kapolda Sumatra Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menjual narkoba hasil sitaan petugas, kata kepolisian Jumat, menjadikannya jenderal polisi pertama yang ditahan karena kasus obat terlarang.

Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mukti Juharsa mengatakan Teddy mengendalikan lima kilogram narkoba hasil sitaan, di mana 1,7 kilogram di antaranya telah diedarkan di Jakarta Utara.

Bacaan Lainnya

“Tadi siang kami gelar perkara … yang mana sudah menetapkan TM sebagai tersangka,” kata Mukti, merujuk pada Teddy dengan inisialnya.

“TM Kapolda Sumbar sebagai pengendali barang bukti 5 kilogram sabu dari Sumbar… 1,7 kilogram sudah dijual dan diedarkan di Kampung Bahari (Jakarta Utara),” tambah Mukti dalam konferensi pers di Jakarta.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan Teddy ditangkap pada Kamis (13/10) oleh Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Irjen Syahardiantono.

Akibatnya, Teddy yang semestinya mengisi posisi Kapolda Jawa Timur menggantikan Irjen. Nico Afinta yang dicopot menyusul kematian lebih dari 130 orang di Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober lalu, kini ditahan di gedung Divisi Propam.

“Sudah dilakukan penempatan khusus,” kata Kapolri Sigit seraya mengatakan Teddy akan dipindah ke Rutan Polda Metro Jaya jika telah berstatus tersangka.

Teddy terancam hukuman maksimal pidana mati jika terbukti bersalah di pengadilan, kata Mukti.

Teddy juga terancam pemberhentian tidak hormat dari kepolisian lewat sidang etik, seperti halnya mantan Kadiv. Propam Ferdy Sambo tersangka pelaku pembunuhan berencana terhadap seorang ajudannya pada Juli.

Kabar penangkapan Teddy terkait narkoba pertama kali diutarakan Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Ahmad Sahroni beberapa jam jelang pertemuan tertutup kapolri dan seluruh pejabat tinggi kepolisian, kapolda, serta kapolres seluruh Indonesia dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta pada Jumat siang. Teddy tidak mengikuti pertemuan tersebut.

Tidak ada keterangan dari istana terkait instruksi Jokowi yang disampaikan dalam pertemuan tertutup kepada anggota kepolisian, namun Kapolri Sigit dalam keterangan pers seusai pertemuan mengatakan bahwa Jokowi, antara lain, meminta kepolisian untuk solid, berfokus pada tugas pokok sebagai pelindung dan pelayan masyarakat, serta memiliki sensitivitas krisis dalam situasi sulit saat ini.

Dalam pernyataannya, Sahroni menyebut Teddy menjual sebagian barang bukti narkoba hasil tangkapan, perihal yang belakangan diakui Polri.

Sebelum ditahan, lanjut Sigit, Teddy sempat menjalani tiga kali tes urine dan didapati mengandung jenis obat tertentu, tapi bukan narkoba.

“Hal yang didapat masalah jenis obat tertentu, tapi bukan narkoba. Mungkin berkaitan dengan apa yang dikonsumsi,” ujar Sigit.

Anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani mengatakan penangkapan Teddy akan semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap kepolisian yang saat ini terus memburuk akibat kasus Sambo dan insiden di Kanjuruhan.

“Saat ini mungkin terasa pahit bagi kepolisian, tapi jika konsisten menegakkan hukum, akan berbuah manis dalam jangka panjang,” kata Arsul.

Merujuk survei Indikator Politik Indonesia pada Agustus 2022, tingkat kepercayaan terhadap polisi terus menurun sejak April.

Jika pada April kepercayaan terhadap Polri mencapai 71,6 persen, angkanya menurun menjadi 66,7 persen pada Mei, lalu anjlok menjadi 54,2 persen pada Agustus.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto menyambut baik “aksi bersih-bersih” yang dilakukan Kapolri Sigit.

Namun di sisi lain, ia menilai kasus ini sebagai bukti lemahnya pengawasan internal dan akuntabilitas kepolisian selama ini.

Ia merujuk pada sejumlah kasus di mana anggota kepolisian kerap “bertransaksi” pasal yang dijeratkan terhadap orang yang ditangkap terkait narkoba atau tidak merinci ke mana “muara” narkoba yang dijadikan barang bukti.

Kalau pun diberi sanksi, hukuman yang dijatuhkan pun tergolong lemah seperti mutasi atau demosi selama 1-2 tahun sehingga tidak menimbulkan efek jera.

“Belum lagi jika yang mengawasi ternyata pernah melakukan hal sama. Jadi seperti perumpaman, ‘masa jeruk makan jeruk?’,” ujar Bambang, seraya menambahkan bahwa Teddy merupakan perwira tinggi kepolisian pertama yang ditangkap terkait narkoba.

Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso meminta kapolri menerapkan tes urine berkala di kalangan anggota kepolisian, sebagai pencegahan awal.

“Selain terus mendalami keterangan jaringan narkoba yang sudah ada, harus ada tes urine berkala secara acak sebagai deteksi dini,” ujar Teguh kepada BenarNews.

Menurut Kapolri, pengungkapan dugaan keterlibatan Teddy bermula dari penangkapan tiga orang anggota jaringan narkoba oleh Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu.

Setelah didalami, mereka diketahui terkait dengan beberapa anggota kepolisian, salah satunya mantan anak buah Teddy yakni AKBP Dody Prawiranegara yang kala itu menjabat Kapolres Bukittinggi di Sumatra Barat.

“Dari sana, kami melihat ada keterlibatan TM,” ujar Sigit

Teddy dan Doddy mengungkap peredaran 41,4 kilogram sabu di Mapolres Bukittinggi pada Mei yang diklaim Teddy dalam keterangan pers kala itu sebagai penemuan jumlah narkoba terbesar sepanjang sejarah Polda Sumatra Barat.

Sekitar sebulan berselang, Teddy dan Doddy kembali menggelar jumpa pers pemusnahan hasil tangkapan, namun dari 41,4 kilogram yang didapat hanya 35 kilogram yang dimusnahkan.

Saat dikonfirmasi wartawan kala itu, Teddy mengatakan “Sisanya ke mana? Sisanya menjadi barang bukti diproses hukum berikutnya.”

Pos terkait