Berita UtamaInternasional

Reshuffle Berbasis “Power Sharing” Tidak Berdampak Signifikan Pada Kinerja Pemerintahan 

PROGRES.ID –

Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan pihaknya tidak akan berspekulasi terkait isu reshuffle yang akan dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam waktu dekat, setelah PAN sendiri bergabung dengan koalisi pemerintahan. Menurutnya, hal tersebut merupakan hak prerogatif dari seorang presiden.

“Jadi kami dalam hal ini tidak akan berspekulasi, apalagi mencoba menebak-nebak karena sekarang itu PAN benar-benar fokus untuk membantu masyarakat dalam penanganan COVID-19. Jadi kita tentu akan menghormati apapun keputusan presiden, mau reshuffle atau tidak, tetapi intinya kita tidak akan masuk ke dalam arena untuk melakukan spekulasi untuk hal tersebut,” ungkapnya kepada VOA, di Jakarta, Senin (27/9).

Lebih jauh Eddy menjelaskan apabila presiden menawarkan kepada PAN untuk menduduki jabatan di dalam kabinet pihaknya siap untuk melaksanakan tugas tersebut selama itu untuk kepentingan rakyat, terlebih dalam masa sulit pandemi COVID-19. Meski begitu, ketika ditanya apakah PAN sendiri sudah menyiapkan nama-nama kader, Eddy tidak menjelaskan lebih lanjut.

Suasana pelantikan menteri dan wakil menteri baru oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu, 23 Desember 2020. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

“Pak Zul (Ketua Umum PAN) sudah menyatakan kalau tujuannya adalah untuk pengabdian kepada Merah Putih tidak ada yang tidak siap, dan itu dalam hal apapun. Ini saja kita sudah rasakan bahwa selama 1,5 tahun kader-kader PAN tidak ada henti-hentinya dan mengenal lelah untuk menangani masalah COVID-19. Jadi apapun namanya untuk Merah Putih saya kira semuanya kita siap untuk melakukan tugas-tugas seberat apapun,” jelasnya.

Terkait apakah sudah ada tawaran kepada PAN sampai sejauh ini, Eddy tidak menjawab secara gamblang. Menurutnya, hal tersebut merupakan pembahasan yang hanya akan dilakukan antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum PAN yakni Zulkifli Hasan.

Menanggani isu tersebut, Juru Bicara Presiden RI Fadjroel Rahman menegaskan keputusan reshuffle kabinet sepenuhnya ada di tangan Jokowi.

“Kalau ada reshuffle tentu presiden sendiri yang mengumumkan, karena hak prerogatif presiden,” ungkap Fadjroel lewan pesan singkat kepada VOA.

Reshuffle Berbasis “Power Sharing”

Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago meyakini bahwa PAN akan menduduki kursi menteri dalam Kabinet Indonesia Maju. Ia melihat bahwa Jokowi sendiri memahami dengan baik manajemen koalisi untuk membagi jatah kursi di dalam pemerintahan kepada partai-partai politik pendukungnya.

“Jadi bagaimana menjaga perasaan partai-partai pengusung, apalagi partai pengusung utama. Jadi yang akan dikurangi itu adalah dari kalangan menteri profesional. Jadi Menteri dari partai tidak akan berkurang, ganti orang mungkin bahkan mungkin akan ditambah. PAN pasti akan mendapatkan satu kursi minimal, kalau saya lihat,” ungkapnya kepada VOA.

Pangi Syarwi Chaniago Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting mengatakan reshuffle berdasarkan Power sharing kepada parpol pendukung tidak akan meningkatkan kinerja pemerintahan (dokumentasi pribadi )

Dengan begitu, ia melihat bahwa reshuffle yang dilakukan oleh Jokowi adalah reshuffle berbasis “power sharing” alias bagi-bagi kursi dalam cabinet, mengingat koalisi pemerintahan saat ini merupakan koalisi yang gemuk. Hal ini, katanya, sangat disayangkan karena sejatinya reshuffle di dalam sebuah pemerintahan harus mengacu pada kinerja para pemimpin di sebuah kementerian/lembaga agar bisa berdampak langsung bagi masyarakat.

“Ini reshuffle berbasis kinerja atau power sharing? Kalau menurut saya berbasis power sharing, bukan reshuffle berbasis murni kinerja atau reshuffle kabinet ramping. Itu kan dari dulu sudah roboh fondasi itu, tidak jalan, hanya wacana konkretnya tidak ada. Jadi, reshuffle berkali-kali pun sebenarnya tidak akan punya dampak signifikan karena sejelek apapun menteri dari parpol pasti dipertahankan. Banyak kok menteri-menteri yang tidak punya kapasitas, yang tidak bisa kerja tapi dipertahankan. Yang jadi korban dan tumbal adalah selalu menteri dari kalangan profesional, yang tidak punya cantolan politik,” jelasnya.

Terkait, siapa menteri dari kalangan profesional yang akan dicopot oleh Jokowi apabila PAN masuk ke dalam kabinet, tidak bisa diprediksi. Hal ini, katanya, karena sekali lagi reshuffle yang selama ini dilakukan oleh Jokowi mayoritas tidak berdasarkan kinerja dari para menteri tersebut. Padahal menurutnya, hal ini penting guna mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan dan yang ada di lingkungan masyarakat.

“Siapa yang akan diberhentikan ini soal like or dislike, soal chemistry (kecocokan) saja. Tidak bisa diduga. Jadi, hanya berdasarkan asumsi, persepsi dan pikiran liar saja, dan kita tidak bisa mengukur bagaimana memastikan menteri yang perlu dipertahankan dan mana yang tidak perlu dipertahankan, karena alat indikator tidak ada. Itu yang menjadi masalah,” pungkasnya. [gi/lt]

error: Konten ini diproteksi !!

Exit mobile version