China dan ASEAN Sepakati Pedoman untuk Percepat Pembicaraan Kode Laut China Selatan

menteri retno marsudi
Menteri Luar Negeri Vietnam Bui Thanh Son, Direktur Urusan Luar Negeri Komite Pusat Partai Komunis China Wang Yi, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abdul Kadir sebelum berfoto di ASEAN Post Ministerial Conference dengan China di Jakarta 13 Juli 2023. (Foto: Tatan Syufiana via BenarNews.org)

**Batas Iklan**

PROGRES.ID – China dan negara-negara Asia Tenggara pada Kamis menyepakati pedoman untuk mempercepat negosiasi yang telah lama terhenti tentang tata perilaku (code of conduct) untuk Laut China Selatan, di mana klaim teritorial Beijing yang luas telah memicu ketegangan di kawasan, kata ketua ASEAN Indonesia.

Pedoman tersebut diadopsi pada pertemuan di Jakarta antara menteri luar negeri dari 10 anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Direktur Urusan Luar Negeri Komite Pusat Partai Komunis China Wang Yi, kata Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Bacaan Lainnya

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, yang ikut memimpin pertemuan dengan Wang, mengatakan kesepakatan tersebut merupakan “tonggak sejarah” dalam hubungan China dan ASEAN serta menunjukkan komitmen kedua pihak dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan.

“Tahun ini hubungan keduanya menorehkan sejarah penting, yaitu penyelesaian panduan untuk mempercepat perundingan negosiasi CoC (code of conduct) yang efektif dan substantif, penyelesaian pembacaan kedua atas draf tunggal perundingan CoC, serta peringatan 20 tahun aksesi RRT atas Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC),” kata Retno.

“Capaian ini, harus terus membangun momentum positif untuk mempererat kemitraan yang memajukan paradigma inklusivitas dan keterbukaan, menghormati hukum internasional termasuk UNCLOS 1982, dan mendorong kebiasaan dialog dan kolaborasi,” tambah Retno.

Retno juga menyambut baik selesainya pembacaan kedua draf kode etik tahun ini, setelah selesainya pembacaan pertama pada tahun 2019.

China harus menjadi mitra tepercaya ASEAN dalam memelihara arsitektur regional yang terbuka dan inklusif, kata pernyataan itu.

“Hanya dengan begitu kita bisa mencapai kerja sama yang saling menguntungkan demi terciptanya perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran bersama di Indo-Pasifik,” kata Retno

China dan ASEAN telah merundingkan tata perilaku untuk Laut China Selatan sejak tahun 2002, tetapi kemajuannya lambat di tengah perselisihan mengenai ruang lingkup dan status hukum dokumen tersebut.

China mengklaim hampir semua perairan strategis itu, yang juga diperebutkan oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.

Indonesia tidak memiliki sengketa wilayah dengan China, tetapi telah berulang kali mengajukan protes terhadap kapal penangkap ikan dan kapal penjaga pantai China yang memasuki zona ekonomi eksklusif Indonesia di dekat Kepulauan Natuna.

Amerika Serikat (AS), yang bukan penggugat tetapi memiliki kepentingan vital di Asia Tenggara, menuduh China memiliterisasi kawasan dan merongrong kebebasan pelayaran.

China sendiri menolak keterlibatan AS sebagai campur tangan dan bersikeras memiliki hak historis atas sumber daya di laut.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan bertemu dengan rekan sesama menteri luar negeri di ASEAN pada Jumat pada konferensi setelah pertemuan para menteri.

Dampak positif

Rincian pedoman akselerasi tata perilaku itu sendiri tidak dirilis.

Vinsensio Dugis, Ketua Pusat Studi ASEAN di Universitas Airlangga, mengatakan pedoman itu bisa berupa kesepakatan teknis untuk membahas bagaimana prinsip-prinsip pencegahan dalam kode dapat diterapkan.

“Jika memang demikian, maka tentu ini harus disambut baik, karena paling tidak hal ini mencerminkan adanya niat dari pihak-pihak yang mengklaim sebagian atau seluruh wilayah Laut China Selatan untuk menuju kesepakatan penerapan CoC,” kata dia kepada BenarNews.

Dia mengatakan salah satu poin penting dalam perundingan tersebut adalah keterlibatan negara lain di luar China dan ASEAN dalam implementasi CoC.

“China tidak menginginkan keterlibatan negara lain, sementara beberapa negara ASEAN melihat perlunya negara-negara seperti AS untuk juga terlibat dalam proses tersebut. Saya pikir ini menjadi kendala utama untuk menerapkan prinsip-prinsip dalam tata perilaku,” kata dia.

Vinsensio menambahkan kesepakatan antara ASEAN dan China berpotensi memberikan dampak positif bagi kawasan Asia Tenggara dan Indo-Pasifik.

“Artinya ada kemungkinan stabilitas di kawasan, yang sangat penting bagi perdamaian dan pembangunan,” katanya.

Wang mengatakan China mendukung peran sentral ASEAN di kawasan itu, menurut kantor berita Xinhua.

China menyambut baik selesainya pembacaan kedua kode etik dalam teks Laut China Selatan dan siap untuk terus memainkan peran konstruktif dalam kesimpulan awal, katanya, menurut Xinhua.

Retno juga mengatakan China telah menjadi mitra penting bagi ASEAN dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan memerangi pandemi COVID-19.

Dia mengatakan perdagangan bilateral ASEAN-China mencapai $975 miliar (Rp14,5 ribu triliun) tahun lalu, menjadikan China sebagai mitra dagang terbesar ASEAN, sementara China juga merupakan sumber investasi asing terbesar keempat di ASEAN dengan nilai $13,8 miliar.

Secara terpisah, Wang mendesak ASEAN untuk mempercepat negosiasi peningkatan perjanjian perdagangan bebas yang akan memperkuat hubungan ekonomi dan pemulihan pandemi pasca-COVID-19.

“China dan ASEAN harus bersama-sama menjaga sistem perdagangan bebas global, menjunjung tinggi sentralitas ASEAN, dan bersama-sama memelihara perdamaian dan pembangunan kawasan,” kata Wang setelah pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan pada hari Rabu.

China dan ASEAN telah mengoperasikan kawasan perdagangan bebas sejak 2010, yang meliputi perdagangan barang, jasa, dan investasi. Ini adalah area perdagangan bebas terbesar dalam hal populasi dan terbesar ketiga dalam hal PDB nominal.

Kedua belah pihak memulai negosiasi pada versi peningkatan perjanjian perdagangan bebas pada tahun 2016, yang bertujuan untuk lebih meliberalisasi dan memfasilitasi perdagangan dan investasi.

Wang mengatakan kedua belah pihak harus mempercepat pembicaraan tentang apa yang disebut FTA 3.0 untuk “menyuntikkan dorongan baru ke dalam pembangunan regional.”

Pos terkait