Indonesia Minta Tiongkok Penuhi Komitmen Pengiriman Vaksin COVID-19

Menlu Retno
Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi berbincang dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi saat berkunjung ke Indonesia pada 13 Januari 2021 (Foto: BenarNews.org)

**Batas Iklan**

Indonesia dan Tiongkok sepakat untuk meningkatkan nilai perdagangan kedua negara tiga kali lipat dari $31 miliar pada saat ini menjadi $100 miliar pada 2024.

JAKARTA, PROGRES.ID – Pemerintah Indonesia Jumat (2/4/2021) meminta Tiongkok untuk tetap menjalankan komitmennya memasok vaksin COVID-19 sesuai dengan kesepakatan di tengah kekhawatiran akan kebijakan pembatasan ekspor oleh sejumlah negara produsen akibat desakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Bacaan Lainnya

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi bersama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi melakukan kunjungan kerja selama dua hari ke WuYi, Provinsi Fujian, untuk membahas sejumlah kerja sama, termasuk soal vaksin, perdagangan dan investasi serta membahas isu-isu regional.

Terkait kerja sama vaksin, Retno mengatakan kemunculan kebijakan untuk membatasi ekspor dari negara produsen vaksin sangat berpengaruh pada upaya pemulihan kesehatan dan ekonomi akibat pandemi.

“Indonesia mengharapkan agar pemerintah RRT akan terus memberikan dukungan agar pengiriman vaksin yang telah menjadi komitmen yang mengikat, binding commitment, dapat dilakukan sesuai jadwal yang ada,” kata Retno dalam jumpa pers usai pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi.

Pemerintah gagal mendatangkan 2,5 juta vaksin AstraZeneca pada akhir Maret 2021, akibat pembatasan ekspor AstraZeneca yang diproduksi di India dengan alasan lonjakan kasus COVID-19 yang cukup tinggi di sana, sebut Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Senin (29/3).

Embargo tersebut juga berpotensi menggagalkan rencana pengiriman 7,8 juta dosis AstraZeneca pada bulan ini. Akibatnya, program vaksinasi COVID-19 tahap ketiga yang menyasar masyarakat rentan dari aspek sosial dan ekonomi diprediksi mundur dari target pada April ini.

“Permasalahannya memang ada yang dari COVAX facility dan juga AstraZeneca yang diproduksi dari India,” kata Honesti.

Indonesia mengantongi komitmen pengiriman 11,7 juta dosis vaksin AstraZeneca dalam bentuk jadi melalui skema kerja sama multilateral antara COVAX Facility dari WHO dan Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI). Pengiriman tahap pertama sebanyak 1,1 juta dosis telah dilakukan pada awal Maret 2021.

Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan keterbatasan pasokan vaksin dalam bentuk jadi tersebut membuat pemerintah menurunkan target vaksinasi dari 500 ribu per hari menjadi setengahnya.

“Karena situasi embargo target vaksinasi kita turunkan menjadi 200-250 ribu. Untuk tahap ketiga kemungkinan akan dimulai Juni atau Juli,” kata Nadia melalui pesan singkat, Jumat.

Indonesia saat ini telah menerima pengiriman vaksin buatan perusahaan farmasi Tiongkok, Sinovac, sebanyak 53,5 juta dosis. Namun dari jumlah itu, hanya 3 juta dosis yang sudah berbentuk jadi, sementara sisanya masih perlu diolah oleh Bio Farma.

Nadia mengatakan, sisa pasokan vaksin jadi untuk bulan April saat ini sebanyak 7,9 juta dosis. “Sedang diupayakan bertambah menjadi 11,9 juta dosis,” lanjutnya.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebut pemerintah telah menandatangani kesepakatan pengadaan vaksin dari Sinovac sebanyak 125,5 juta dosis pada 2021, disusul 59 juta dosis dari AstraZeneca, 54 juta dari COVAX/Gavi, 50 juta dosis dari Pfizer, dan 52 juta dosis dari Novavax.

Per Jumat, angka terkonfirmasi positif COVID-19 bertambah 5.439 menjadikan keseluruhan kasus infeksi virus ini sebanyak 1,52 juta. Kematian bertambah 97 menjadi 41.151, dalam 24 jam terakhir. Sementara vaksinasi tahap pertama telah disuntikan kepada 8,41 juta orang, dengan 3,8 juta orang lainnya telah melengkapi keseluruhan tahapan vaksinasi, demikian data Kementerian Kesehatan.

Isu geopolitik

Indonesia dan Cina, dalam pertemuan bilateral menteri luar negeri kedua negara, juga berbagi pandangan sama terkait pentingnya segera diakhiri penggunaan kekuatan dan kekerasan serta memulai dialog di antara pihak yang bersengketa di Myanmar untuk menghindari penderitaan masyarakat sipil yang lebih jauh.

“Kami memiliki kekhawatiran yang sama, mencermati perkembangan situasi dan tidak ingin melihat rakyat Myanmar semakin menderita,” kata Retno.

Retno mengatakan, Wang Yi juga menyampaikan dukungannya terhadap upaya ASEAN sebagai kawasan untuk membantu mencari solusi damai bagi Myanmar, termasuk dukungan atas inisiatif Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN).

Selain isu Myanmar, Indonesia juga kembali mengajak Cina untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip dalam ASEAN Outlook on the Indo-Pacific, salah satunya terkait inklusivitas yang mengedepankan sentralitas ASEAN di tengah rivalitas Tiongkok dengan Amerika Serikat (AS).

“Kita yakin bahwa konfrontasi tidak akan membawa manfaat bagi siapa pun,” kata Retno.

Pada Selasa, Retno bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berada di Tokyo untuk menandatangani kerja sama pengiriman alat utama sistem persenjataan (alutsista), transfer teknologi, hingga latihan militer bersama di tengah keprihatinan serius Jepang atas berlakunya undang-undang baru Cina yang memberikan kewenangan lebih bagi otoritas kelautannya melakukan tindakan di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan.

“Pemajuan kerja sama secara inklusif ini secara konsisten terus kita sampaikan kepada semua mitra, termasuk saat saya melakukan kunjungan ke Jepang,” sambung Retno.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran di Bandung, Teuku Rezasyah, mengatakan kedatangan Retno ke Cina tanpa didampingi Prabowo, menunjukkan sinyal bahwa Indonesia tengah berupaya menyeimbangkan kekuatan negara itu saat rivalitas di Laut Cina Selatan meningkat.

“Ini sekaligus menunjukkan ke Jepang, bahwa kita tidak punya urusan yang berkaitan security dengan Cina. Ke Cina, Indonesia membawa agenda yang berbau ekonomi, investasi saja. Jadi memang terlihat bahwa Indonesia sedang menyeimbangkan kekuatan Cina,” kata Rezasyah melalui sambungan telepon, Jumat.

Terkait Myanmar, Rezasyah memandang bahwa Indonesia tidak bisa menekan Cina untuk menggunakan pengaruhnya melunakkan junta militer, baik dalam menghentikan penggunaan kekerasan maupun membebaskan tahanan politik.

“Kita tidak bisa menekan, hanya bisa menyampaikan concern sekaligus menyampaikan posisi Indonesia yang patuh pada penghormatan atas HAM seperti masyarakat dunia lainnya,” kata Rezasyah.

“Indonesia juga bisa mengingatkan Cina bahwa jika kondisi pelanggaran HAM terus terjadi di Myanmar, dampak ketidakstabilannya juga bisa merembet ke Cina karena dia punya perbatasan darat yang sangat panjang,” lanjutnya.

The Assistance Association for Political Prisoner’s (AAPP) melaporkan lebih dari 540 orang terbunuh oleh militer dalam aksi protes menolak kudeta yang berlangsung sejak awal Februari 2021. Dari jumlah tersebut, sekitar 40 di antaranya adalah anak-anak.

Industri nikel

Dari sektor perdagangan, Indonesia dan Cina sepakat untuk meningkatkan nilai perdagangan dua negara sebanyak tiga kali lipat, dari posisi $31 miliar pada tahun ini menjadi $100 miliar pada 2024.

“Kita akan mendalami lagi kesepakatan kerja sama perdagangan yang sudah ditandatangani sejak 2011,” kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.

Sementara untuk investasi, Indonesia kembali menindaklanjuti rencana investasi produsen baterai terbesar Cina, Contemporary Amperex Technology (CATL), senilai $5 miliar untuk mendukung pengembangan industri kendaraan listrik.

“Yang ingin dipastikan bahwa partnership ini bisa terus berjalan on time, bahkan bisa dipercepat. Kami juga ingin memastikan bila ada kesulitan di lapangan, tentu kami dengan BKPM, akan membantu menyelesaikan berbagai halangan yang menyebabkan investasi tersebut tidak bisa berjalan sesuai dengan waktunya,” kata Menteri BUMN Erick Thohir, merujuk BKPM dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, melihat kerja sama nikel sebagai agenda utama dari kunjungan Indonesia ke Cina, di tengah upaya pemerintah menggenjot industrialisasi industri kendaraan listrik.

“Apalagi kemarin baru dibentuk holding baterai. Ini bisa dijual ke Cina. Meski produksi mobil listrik di Cina belum sepopuler dari AS (Amerika Serikat) atau Jepang, tetapi potensinya tetap besar. Ini bisa menjadi peluang juga bagi Indonesia untuk ikut berkontribusi dalam rantai pasok nikel global dalam jangka panjang,” kata Yusuf, melalui sambungan telepon, Jumat.

Pada Senin, Menteri BUMN meresmikan pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC) atau holding BUMN untuk industri baterai kendaraan listrik. Ada empat perusahaan pelat merah yang tergabung dalam holding tersebut, yakni MIND ID, PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Pertamina, dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Tujuan pembentukan IBC di antaranya untuk memberikan nilai tambah ekonomi pada industri pertambangan dan energi, terutama nikel, melalui investasi skala besar di industri hulu termasuk di pabrik pengolahan dan pemurnian bijih tambang atau smelter.

IBC, melalui Antam, telah mengantongi komitmen kerja sama dengan produsen baterai terbesar Cina, Contemporary Amperex Technology (CATL) dengan nilai USD5 miliar dan juga LG Chem asal Korea Selatan dengan nilai USD13-USD17 miliar, sebut kementerian.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2019 mencatat, Cina adalah investor pabrik smelter nikel terbesar di Indonesia di antaranya melalui empat perusahaan yakni PT Sulawesi Mining Investment, PT Virtue Dragon Industry, PT Huadi Nickel Aloy dan PT Harita Nickel.

Menteri Perdagangan dan Menteri BUMN dijadwalkan akan berkunjung ke AS untuk menawarkan investasi nikel pada pertengahan April.

Yusuf dari CORE menambahkan, upaya Indonesia untuk terus menjalin kerja sama ekonomi dengan Cina maupun AS tidak akan terpengaruh oleh perang dagang kedua negara, meski saat ini pengaruh Beijing ke kawasan Asia Tenggara terasa lebih masif dibandingkan Washington.

“Memang faktanya saat ini Cina adalah salah satu penggerak ekonomi karena posisi mereka cukup strategis dalam membantu meningkatkan perekonomian khususnya dalam konteks setelah pandemi,” kata Yusuf.

“Akan tetapi, politik bebas aktif Indonesia masih bisa jalan. Indonesia bisa memanfaatkan momentum pemerintahan baru AS yang kalau kita lihat saat ini memicu harapan pertumbuhan ekonomi AS. Momentum itu yang saya kira bisa dibawa tanpa harus khawatir dengan pengaruh Cina,” tukasnya.

Pos terkait