COMEBACK HCB & RUMAH BESAR PWI

zacky antony
Zacky Antoni

**Batas Iklan**

Catatan Zacky Antony

KONGRES PWI XXV 2023 sudah berakhir. Hasilnya seperti sudah diketahui. Hendry Chaerudin Bangun (HCB) berhasil revans atas lawan yang sama di Kongres Solo 2018. Lima tahun lalu, HCB kalah tipis 3 suara (35:38 suara) dari Atal S Depari. Di Bandung, HCB unggul 6 suara.

Bacaan Lainnya

HCB awalnya tertinggal di putaran pertama, 39:40 suara. Calon lainnya Zulmansyah mendapat 9 suara. Tapi pria kelahiran 26 November 1958 itu mampu comeback. HCB membalikkan keadaan di putaran kedua untuk unggul 47:41 suara. Dari 9 suara Zulmansyah, 8 diantaranya beralih ke HCB. Sedangkan 1 suara lagi pindah ke Atal.

Saat jeda skor sidang antara putaran pertama menuju putaran kedua, angin di arena Kongres berhembus kencang ke arah HCB. Aroma menyatunya HCB-Zulmansyah sudah tercium saat pembahasan tatib. Apalagi sehari sebelumnya beredar foto keduanya sudah bertemu. Sepakat berkoalisi.

Zulmansyah merasa pencalonannya dijegal dengan pencantuman ayat 12 pasal 10 tatib mengenai persyaratan calon ketua umum. Di situ tercantum, syarat calon ketua umum harus mendapat dukungan tertulis minimal 20 persen dari jumlah PWI Provinsi. Itu berarti, setiap calon harus mendapat dukungan tertulis minimal 8 provinsi.

Kepalang tanggung, Zulmansyah usul agar dicantumkan juga batas atas usia pencalonan agar incumbent tak bisa mencalon. Di forum pembahasan tatib itu pula Zulmansyah blak-blakan, apabila dia bergabung dengan HCB, maka incumbent akan kalah. Karena itu, dia meminta janganlah ada pembatasan-pembatasan syarat kandidat.

Setelah melalui perdebatan panjang, ketentuan pasal 10 ayat 12 didelete. Sehingga pendaftaran calon tidak dilakukan oleh provinsi, tapi calon mendaftarkan diri masing-masing ke pimpinan sidang. Tanpa ada embel-embel dukungan minimal.

Munculnya Zulmansyah (51 tahun) sebagai calon ketua umum patut diapresiasi. Ini adalah preseden bagi munculnya figur-figur muda PWI di arena setingkat kongres. Walaupun semula, banyak yang mengira dia tidak serius. Tapi fakta di kongres membantah anggapan tersebut. Untuk menghadapi tantangan organisasi yang makin berat kedepan, saya kira saatnya figur-figur muda PWI mulai mengambil peran.

4 SUARA TAMBAHAN PAPUA

Perubahan tatib juga terjadi menyangkut status 4 PWI Provinsi pemekaran di Papua yaitu PWI Papua Selatan, PWI Papua Barat Daya, PWI Papua Pegungungan, dan PWI Papua Tengah.

Skenario awal, empat provinsi tersebut tidak punya hak suara. Pada awal pembahasan tatib, utusan dari salah satu provinsi pemekaran angkat bicara. Mereka ingin keluar arena kongres karena merasa percuma hadir, kalau tidak punya suara. Namun kawan-kawan Papua mendapat pembelaaan agar tetap bertahan di arena Kongres.

Atas pertimbangan NKRI, keempat PWI Provinsi pemekaran Papua tersebut disepakati diberikan hak 1 suara setiap provinsi. Meskipun ketua PWI nya berstatus Plt. Dengan tambahan 4 suara provinsi pemekaran Papua, total suara yang diperebutkan berjumlah 88 suara dari semula hanya 84 suara.

Poin lainnya menyangkut suara pengurus pusat. Kebiasaan sebelumnya, pengurus pusat punya 2 suara terdiri 1 suara pengurus harian dan 1 suara dewan kehormatan. Saat pembahasan tatib, diusulkan dewan penasehat juga punya 1 suara. Namun usulan ini mendapat penolakan. Sebab tidak ada dalam PD/PRT. Pimpinan sidang sementara ketika itu beralasan, hak suara dewan kehormatan juga tidak diatur di PD/PRT.

Perdebatan itu diakhiri dengan kesepakatan bahwa hak suara mengacu pada PD/PRT. Artinya, baik pengurus harian, dewan kehormatan maupun dewan penasehat tidak punya hak suara.

MENJAGA MARWAH PWI

Pertarungan Atal Vs HCB sejatinya adalah rivalitas dua orang sahabat. Keduanya berteman karib. Lama sekali. Sama-sama wartawan olahraga. Mengenal baik satu sama lain. Kekerabatan ini diungkapkan sendiri oleh HCB saat menyampaikan pidato kemenangan di podium jelang penutupan kongres.

Begitulah semestinya seorang pemimpin. Menang tidak jumawa. Kalah juga berbesar jiwa. Kontestasi hanya melahirkan seorang pemenang. Di Solo Atal menang. Di Bandung giliran HCB yang menang.

Saat menyampaikan visi dan misi, HCB mengusung Rumah Besar PWI yang harus dijaga marwah dan martabatnya. Menjaga dan merawat Rumah Besar PWI itu tidak mudah. Selama puluhan tahun, di sana-sini bisa jadi sudah banyak dinding-dinding atau jendela dimakan rayap. Atap rumah juga banyak yang bolong hingga harus ditampal.

HCB punya kemampuan untuk memberdayakan segenap potensi dan sumber daya di PWI. Hal itu ditunjang pengalamannya yang panjang di PWI. Dua kali menjadi Sekjend PWI era Margiono (2008 – 2018). Dua periode duduk di Dewan Pers. Pengalaman-pengalaman itu adalah modal untuk membangun Rumah Besar PWI.

Tapi HCB tidak bisa bekerja sendirian. Sebagai manusia biasa, dia juga punya keterbatasan. HCB butuh segenap dukungan. Agar Rumah Besar PWI terus memancarkan sinar bagi nusa dan bangsa. Duetnya bersama Sasongko Tedjo yang terpilih aklamasi sebagai Ketua Dewan Kehormatan, diharapkan bisa menjaga marwah dan mengangkat martabat PWI.

Selamat dan Sukses HCB.

Penulis adalah Ketua Dewan Kehormatan PWI Provinsi Bengkulu

Pos terkait