Tutup


Berita UtamaNasional

Akankah Ibu Kota Tetap Pindah, Walau Jokowi Lengser?

Progres.id
×

Akankah Ibu Kota Tetap Pindah, Walau Jokowi Lengser?

Sebarkan artikel ini
presiden joko widodo
Presiden Joko Widodo | Foto: Istimewa/PROGRES.ID

Komisi II Bakal Jadi Mitra Terkait Perubahan UU Ibu Kota

Ibukota baru
Rancangan ibukota bari Republik Indonesia (Sumber:Istimewa/PROGRES.ID)

Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali kepada VOA mengatakan memang pihak DPR sudah menerima surat pemberitahuan dari presiden dan siap membahas beberapa hal yaitu terkait perubahan UU, anggaran dan pengawasan.

“Saya memperkirakan awal periode DPR dan pemerintah tahun 2019-2024, itu pasti pemerintah sudah menyampaikan usulan perubahan UU, baik itu berupa naskah akademik, dan kemudian draft UU nya. Kalau yang sekarang tidak memungkinkan lagi karena periodenya selesai sebentar lagi, September sudah selesai, kemudian pemerintahan selesai. Jadi saya nanti melihatnya ini akan mulai di awal DPR dan pemerintahan yang baru. Dan memang belum ada yang mau dibahas, yang disampaikan oleh pemerintah kan baru surat, surat pemberitahuan serta lampiran tentang kajian. Surat itu baru pemberitahuan awal. Tidak cukup hanya dengan surat ,kemudian langsung dibahas. Pasti harus didasari oleh payung hukum ya dibahas bersama-sama oleh DPR dan pemerintah karena memang aturan seperti itu,”ungkap Zainudin.

Zainudin juga cukup optimis bahwa rencana ini tidak akan terhambat, walaupun Jokowi sudah lengser nantinya. Ia melihat bahwa pemerintah sudah cukup bekerja keras dalam menyiapkan pemindahan ibu kota ini, terutama dari segi kajian yang sudah dilakukan oleh pemeirntah selama bertahun-tahun. Ia pun yakin semua pihak akan mendukung rencana tersebut.

Pengamat Tata Kota Pesimis Pemindahan Ibu Kota Dilanjutkan Presiden Berikutnya

Namun demikian pengamat tata kota Nirwono Yoga pesimis bahwa pemindahan ibu kota tersebut akan dilanjutkan oleh presiden baru, yang terpilih di 2024 nanti. Menurutnya pembangunan ibu kota di seluruh dunia setidaknya memakan waktu selama 20 tahun dan karenanya membutuhkan stabilitas politik yang baik.

“Kalau bicara non fisiknya, itu yang mengkahwatirkan saya, karena apa? Pembangunan ibu kota di seluruh dunia yang memakan waktu 20 tahun, salah satu syaratnya adalah stabilitas politik. Putrajaya bisa 20 tahun karena Mahatir Muhammad mengawal langsung selama pembangunan, ketika dia lengser itu sudah jadi. Jadi tidak ada gangguan berarti. Terus Canberra 26 tahun, dia kan terikat dengan gubernur jenderalnya, dan pemerintahannya lebih relatif stabil kan. Terus kemudian Korea Selatan, secara teknis kan siapapun pengganti presidennya mereka punya komitmen untuk meneruskan. Kalau di Indonesia, justru kebalikannya, setiap ganti pimpinan, cenderung membuat kebijakan baru. Dia akan meninggalkan kebijakan sebelumnya, karena yang mereka kejar adalah legacy,”ujarnya kepada VOA.

Menurutnya, tidak ada jaminan apapun bahwa presiden selanjutnya akan melanjutkan wacana pemindahan ibu kota ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan hal ini dijadikan isu kampanye mendatang.

“Ini nanti bisa dipastikan penggantinya kalau dia beda partai, hari itu juga berhenti, karena tidak ada satupun jaminan siapapun Presiden selanjutnya mau melanjutkan. Itu kan maunya Pak Jokowi bukan maunya presiden berikutnya. Menteri kan semua tinggal nurut presidennya. Apa kata presiden. Lalu ada UU yang direvisi, kan presiden selanjutnya bisa merevisi UU itu lagi. Bahkan itu bisa menjadi poin mereka untuk kampanye, bisa jadi bumerang jika pembangunan ibu kota mangkrak, itu jadi bahan kampanye. Isu yang diangkat nanti pemborosan anggaran, ratusan triliun. Kubu Jokowi nanti justru menanggung beban berat, karena terbukti Rp466 triliun cuma dapat itu lima tahun,” jelasnya. [gi/em]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Konten ini diproteksi !!