Gugatan Almas Tsaqibbirru Dikabulkan Sebagian, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka Berpeluang Maju Sebagai Cawapres Pemilu 2024

gibran
Gibran Rakabuming Raka (Foto: Istimewa)

JAKARTA, PROGRES.ID – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan terkait syarat pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Pemilu 2024 telah memicu perdebatan yang hangat. Syarat yang meminta calon capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota sebelumnya menjadi batas usia yang dibutuhkan.

Keputusan ini merupakan hasil dari uji materiil terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimum bagi calon kepala negara.

Bacaan Lainnya

Dengan adanya keputusan ini, MK memberikan peluang bagi individu yang pernah atau sedang menduduki jabatan yang mereka raih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah, untuk mendaftar sebagai capres atau cawapres, bahkan jika usia mereka belum mencapai 40 tahun. Salah satu nama yang sangat berpotensi untuk memanfaatkan peluang ini adalah Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang saat ini berusia 36 tahun.

Tentu saja, keputusan MK ini menuai kritik tajam, terutama dari kalangan pakar hukum. Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, mengkritik keras putusan MK dan menyebutnya sebagai “Mahkamah Keluarga”. Ia menyatakan bahwa MK telah membuka pintu bagi Gibran, yang merupakan anak dari Presiden Joko Widodo, untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2024. Dalam pandangannya, putusan ini terkesan dramatis dan tidak memiliki makna yang jelas, selain memberikan peluang istimewa bagi Gibran. Kritik seperti ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap keputusan MK yang dianggap merugikan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.

Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A, seorang mahasiswa yang meminta MK mengubah persyaratan batas usia minimal bagi capres-cawapres menjadi 40 tahun atau mengharuskan pengalaman sebagai kepala daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Putusan MK ini menegaskan bahwa Mahkamah memiliki kewenangan untuk mengadili permohonan tersebut dan bahwa para pemohon memiliki kedudukan hukum yang valid. Hasilnya, MK mengabulkan sebagian permohonan tersebut.

Dalam pembacaan amar putusan, Ketua MK Anwar Usman menegaskan bahwa keputusan ini mengakui alasan hukum dari para pemohon sebagian. Keputusan ini pasti akan terus menjadi topik perdebatan yang hangat dalam konteks politik Indonesia dan mungkin juga menjadi sorotan internasional, mengingat potensi pengaruhnya pada dinamika pemilihan presiden mendatang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.