Sungai di Jawa Sedang Sakit

Sungai di Jawa Sedang Sakit — BeritaBenar

**Batas Iklan**

Mengendarai sepeda motor, pertengahan April kemarin, Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi bersama Koordinator Ekspedisi Sungai Nusantara Amiruddin Muttaqin menyusuri sungai Ciliwung.

Mereka bersama sejumlah komunitas berkolaborasi meneliti kualitas dan kesehatan sungai Ciliwung, sungai terbesar di Jakarta yang mengalir dari Jawa Barat. Sepanjang aliran Ciliwung ditemukan sampah saset, tas keresek, sedotan dan plastik serta sampah organik.

Bacaan Lainnya

Penelitian ini merupakan bagian dari Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) yang bertujuan mendeteksi kesehatan dan mendokumentasikan 68 sungai nasional yang tersebar di sejumlah pulau di Tanah Air.

Tim ekspedisi akan meneliti sungai di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara dan Bali yang diperkirakan memakan waktu selama 12 bulan, ungkap Prigi.

Dalam pemantauan kualitas air di Ciliwung, tim peneliti menemukan air sungai terkontaminasi mikro-plastik mulai dari hulu di Bogor, Jawa Barat.

Pantauan dilakukan di beberapa titik aliran Sungai Ciliwung, seperti Sempur, Yasmin, Depok, Manggarai, BNI City, dan Bendungan Hilir, kata Prigi.

Prigi menambahkan hasil dari pemantauan di kawasan Yasmin ditemukan kadar mikro-plastik paling banyak yakni 268 partikel mikro-plastik dalam 100 liter air.

Menurut dia, kadar air didominasi mikro-plastik jenis fiber atau benang tekstil yang berasal dari sampah plastik di dalam air yang terfragmentasi menjadi serpihan kecil di bawah 5 milimeter.

“Mikro-plastik sistem pernafasan dan memicu kematian ikan,” kata Prigi.

Padahal, tambah dia, Sungai Ciliwung merupakan habitat beragam jenis ikan yang dicatat tim ESN setidaknya ada 7 spesies ikan, seperti Bader Merah (Barbonymus  balleroides), Bader Putih (Barbodes gonionotus), Gupi (Poecilia reticulate), Hampala (Hampala macrolepidota), Anis Pinang (Pangio Oblonga), Sili (Macrognatus maculatus), dan Bethok (Anabas testudineus).

“Ikan sungai Ciliwung menjadi salah satu sumber pangan masyarakat,” kata Prigi.

Sungai Ciliwung tak memenuhi baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2021 tentang ambang batas suatu zat yang dinyatakan aman bagi air sungai.

“Parameter fosfat tinggi berasal dari detergen dan sektor pupuk pertanian di kawasan Puncak, kata dia.

Sedangkan di muara Ciliwung di Pulau Seribu, kata Prigi, di dalam pencernaan ikan ditemukan 200-an partikel di mana ikan nila merupakan jenis yang paling banyak mengandung mikro-plastik dibanding ikan lain.

Ecoton juga mengambil contoh 103 kotoran manusia yang rata-rata ditemukan 17-20 mikro-plastik per 10 gram feses.

Tahun lalu, LSM itu melakukan ekspedisi tiga sungai di sungai Brantas di Jawa Timur, Bengawan Solo di Jawa Tengah dan Citarum di Jawa Barat.  Tim menemukan kondisi sungai di Jawa yang tertekan permukiman dan industri.

“Aliran air sungai selain untuk irigasi juga digunakan memenuhi kebutuhan air bersih, dan air untuk industri,” menurut catatan Ecoton.

Pekerja memindahkan berbagai barang limbah kayu dan plastik dari sebuah sungai di Jakarta pada 22 April 2020 – atau dikenal sebagai Hari Bumi. [AFP] 

“Sedang sakit”

Di sepanjang sungai Brantas berdiri pabrik gula, dan pabrik kertas, sedangkan di sungai Bengawan Solo berdiri pabrik tekstil, dan di sekitar sungai Citarum terdapat 500 industri produk ekspor.

Padahal, kata Prigi, sebagian perusahaan daerah air minum memanfaatkan aliran air sungai sebagai bahan baku air minum.

“Sungai di Jawa sedang sakit, tidak baik-baik saja. Dari 8 juta ton sampah plastik hanya tiga juta ton yang mampu dikelola. Sekitar 2,6 juta dibuang ke sungai,” kata Prigi.

Menurutnya, sekitar 98 persen sungai di Indonesia dalam kondisi rusak. Padahal air sungai sebagian dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, irigasi, budidaya perikanan dan fungsi ekologi sebagai habitat beragam jenis ikan.

Ia menilai pemerintah gagal mengelola sungai lantaran masyarakat harus membayar mahal untuk mendapat air yang layak konsumsi. Sekitar 84 persen bahan baku air minum berasal dari air permukaan atau air sungai.

“Jangan bergantung air kemasan yang mahal. Mari jaga sungai,” kata Prigi.

Sedangkan Co-Coordinator Aliansi Zero Waste Indonesia Rahyang Nusantara menjelaskan jika beberapa air minum dalam kemasan juga mengadung mikroplastik yang terjadi karena buruknya sistem pengelolaan sampah.

“Produsen yang menggunakan kemasan sachet harus bertanggungawab. Tak bisa menyalahkan konsumen,” kata Rahyang. Sedangkan target pemerintah 2030 mengurangi 30 persen sampah plastik, dianggap kurang ambisius.

Direktur Eksekutif WALHI DKI Jakarta Suci Fitriah Tanjung menjelaskan Jakarta dialiri 13 sungai dan empat kanal untuk mengatasi banjir yang dibangun sejak zaman Hindia Belanda.

Data Dinas Lingkungan Hidup 2019 dari 120 titik sungai, seluruhnya berada pada fase pencemaran sedang dan berat. Sungai tercemar bakteri e.coli dari tinja, dan logam berat.

“Pada 2014 masih ditemukan satu persen tercemar ringan, sekarang masuk tercemar berat,” katanya.

Sekitar 70,2 persen berasal dari limbah rumah tangga, 17,3 persen dari perkantoran dan 9,9 persen industri. Setiap hari, 13 sungai dibanjiri 300 ton sampai 400 ton sampah. Terbanyak, sekitar 34 persen mengalir di sungai Ciliwung, selebihnya mengalir di sungai lain.

Jika tata kelola sampah berjalan optimal mulai memilah dari sumber dan mengolahnya maka akan mencegah pencemaran di sungai. Sehingga air dari 13 sungai bisa dikelola, sebagai bahan baku air minum. “Sehingga tidak akan terjadi krisis air di Jakarta. Saat ini pasokan air minum hanya 4 persen dari Jakarta, sisanya dari luar Jakarta,” katanya.

Peneliti melakukan uji kualitas air di Sungai Ciliwung. [Ekspedisi Sungai Nusantara] 

Somasi tiga gubernur di Jawa

Pendiri Ecoton, Daru Setyorini, menjelaskan tidak ada political will dan leadership dalam mengelola sampah. Pencemaran sungai terbesar berasal dari daratan. Belajar dari Singapura, katanya, pemerintah menyusun rencana jangka panjang sejak 1960. “Mereka konsisten, diterapkan bertahap, dan terukur. Meski ganti kepala daerah tetap tak berubah,” katanya.

Sedangkan di Jawa, tak ada rencana terpadu dan koordinasinya lemah.

Sehingga Ecoton bersama organisasi advokasi lingkungan hidup, WALHI dan Aliansi Zero Waste Indonesia, melayangkan somasi kepada Gubernur Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mereka mengusulkan agar dbentuk tim pemulihan pencemaran dan kerusakan di setiap provinsi. Serta melibatkan masyarakat.

“Juga dibutuhkan dana yang memadai untuk operasional sampai di pedesaan,” ujar Daru.

Sementara Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ujang Solihin Sidik mendorong produsen bertanggung jawab mengurangi sampah produk, kemasan produk, wadah atau kontainer.

Sesuai Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen atau Extended Producer Responsibility (EPR), produsen harus menyusun dokumen perencanaan pengurangan sampah. Tujuan mencapai target produsen mengurangi sampah sebesar 30 persen dibandingkan timbulan sampah.

“Kepatuhan relatif rendah. Target tahun ini 100 produsen segera kirim dokumen peta jalan,” katanya. Namun, untuk tahap awal tak ada sanksi. Sampah plastik, kata Ujang, menjadi persoalan global.

Data Bank Dunia pada 2021 mencatat Indonesia menghasilkan sekitar 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun, di mana  4,9 juta ton di antaranya tidak dikelola dengan tepat.

Anggota tim Ekspedisi Sungai Nusantara mengumpulkan bungkusan plastik di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung. [Ekspedisi Sungai Nusantara] 

 

Dapatkan berita-berita terbaru dari Progres.id di Google News

Pos terkait