Bulan Bung Karno, Bulan Perlawanan

Rusdianto samawa
Rusdi Samawa

**Batas Iklan**

Sejurus, langkah Menteri KKP bertemu pengusaha ekspor pasir laut. Semakin tidak konsisten pengunaan potensi sedimentasi. Pasalnya, KKP ungkap di Komisi IV saat RDP untuk pendalaman ALKI pelayaran. Kemana pasir hasil pengerukan dan penghisapan ? jelas satu-satunya alasan KKP yakni ekspor pasir.

Padahal pengelolaan sedimentasi itu, tidak harus ekspor pasir ke negara lain. Mestinya, dilakukan sebaliknya yakni memperkuat infrastruktur reklamasi Pulau – Pulau kecil (terluar dan terdalam) yang berpenghuni masyarakat Bugis dan Bajo yang selama ini kehidupannya diatas permukaan air laut.

Bacaan Lainnya

Menteri KKP memaksa perpaduan eksploitasi sebagai sumber ekonomi dengan penetapan lingkungan yang hiegienis. Perpaduan ini, bukan sesuatu yang bermanfaat bagi masa depan kelautan perikanan. Perkawinan eksploitasi dan lingkungan bersifat disclaimer. Tak ada keuntungan apapun bagi kesejahteraan rakyat dimasa depan. Kerusakan lingkungan perairan laut sudah berjalan lama, ditambah penghisapan oleh mesin – mesin penyedot pasir yang meruntuhkan peradaban kehidupan biota laut.

Apalagi Menteri KKP dalam sidang RDP Komisi IV mengungkap rencana penyedotan, penghisapan dan ekspor pasir laut tersebut, sebanyak 24 miliar meter kubik. Wow, sesuatu yang sangat fantastis. Tak terbayangkan. Apakah sepanjang ALKI dan pesisir pantai dengan jumlah kubikasi 24 miliar itu bisa jamin tidak merusak ekosistem laut?. Jelas merusak.

PP 26 tahun 2023 menciptakan konflik dan kejahatan terhadap negara. Karena dampaknya dimasa depan bisa lenyapkan pulau – pulau kecil, rusaknya biota bawah laut dan pasti terjadi perubahan ekosistem pesisir.

Oh, negeri maritim yang melimpah. Akankah negeri ini bertahan ditengah kacau balaunya kerakusan. Oh, negeri poros maritim dunia, katanya. Ditengah demografi bertambah, ikan impor, garam impor, rumput laut impor, pasir laut mau diekspor. Nanti apalagi yang mau dijual. Demografi generasi Y dan Z tidak akan lagi rasakan lezatnya ikan, lobster, kepiting, rajungan, udang, cumi, layur, dan lainnya. Generasi Y dan Z ada kurun waktu 10 – 30 tahun kedepan akan makan dan mengunyah debu – debu pasir yang meracuni semua sumberdaya kelautan perikanan.

Padahal, sedimentasi terjadi adalah pendangkalan dipesisir pantai. Bukan ditengah laut dalam. Laut di tengah tak kenal sedimentasi, tak butuh dikeruk. Laut sudah alami. Karena atas nama kerakusan, penjarahan dan penghisapan, ramai – ramai membuat drama, pernyataan menyesatkan dan pembodohan publik. Kajian akademik yang Disclaimers pun, tetap dikatakan layak kajian.

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI), Menulis dari Pantai Takat Sagele Gugusan Laut Pulau Moyo Sumbawa

Pos terkait