KPPU Selidiki 44 Perusahaan Pinjol Terkait Dugaan Pelanggaran Aturan Anti-Monopoli

mata uang
Ilustrasi: Pexels.com

JAKARTA, PROGRES.ID – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menetapkan 44 perusahaan pinjaman online (pinjol) sebagai terlapor dalam kasus dugaan pelanggaran aturan anti-monopoli. Dalam konteks ini, platform fintech peer-to-peer lending tersebut diduga melakukan pengaturan harga.

Dalam sebuah pernyataan pers resmi, KPPU menjelaskan bahwa kasus kartel di sektor pinjol telah ditingkatkan dari tahap penyelidikan awal ke tahap penyelidikan lanjutan. Pada tahap ini, 44 perusahaan telah ditetapkan sebagai terlapor dalam dugaan pelanggaran UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.

Bacaan Lainnya

KPPU berencana untuk memanggil berbagai pihak, termasuk 44 perusahaan pinjol yang menjadi terlapor, saksi, dan ahli untuk mengumpulkan alat bukti terkait dugaan pelanggaran.

Dalam penyelidikan awal, KPPU menemukan bahwa Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab. Pedoman ini mencakup pengaturan jumlah total bunga, biaya pinjaman, dan biaya lainnya sehingga tidak melebihi suku bunga flat sebesar 0,8 persen per hari. Namun, pada tahun 2021, besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4 persen per hari.

Dengan mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai sumber, termasuk 5 penyelenggara P2P lending, AFPI, dan Otoritas Jasa Keuangan, KPPU berhasil mengantongi alat bukti yang mengindikasikan adanya pelanggaran aturan anti-monopoli.

KPPU juga menyoroti bahwa tujuan pengaturan yang dilakukan oleh AFPI adalah untuk melindungi konsumen dari praktik pemberian pinjaman dengan syarat dan bunga yang tidak wajar, juga dikenal sebagai “predatory lending.” Pedoman AFPI juga bertujuan untuk memastikan bahwa pinjaman tidak diberikan tanpa mempertimbangkan kemampuan bayar peminjam.

Selama proses penyelidikan berlangsung, yang dijadwalkan selama 60 hari, KPPU akan berupaya membuktikan bahwa perilaku platform pinjol yang menerapkan suku bunga yang seragam adalah hasil dari kesepakatan antara penyelenggara tersebut.

Gopprera Panggabean, Direktur Investigasi di Kedeputian Penegakan Hukum KPPU, menjelaskan bahwa dalam pasar yang sehat dan kompetitif, setiap pelaku usaha P2P lending seharusnya mampu menetapkan suku bunga yang lebih rendah dan memberikan berbagai pilihan fasilitas dan tarif suku bunga kepada konsumen.

“Prinsipnya di suatu pasar yang bersaing, setiap pelaku usaha P2P lending akan menjalankan usahanya secara lebih efisien, sehingga mampu menetapkan tarif suku bunga yang lebih rendah dari para pesaingnya serta memberikan berbagai pilihan fasilitas dan tarif suku bunga bagi konsumen,” ujar Gopprera Panggabean, dikutip dari CNBC Indonesia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.