Energi  

Fenomena Bobibos dan Klaim Energi Baru: Antara Inovasi, Harapan, dan Pelajaran dari Masa Lalu

favicon progres.id
bbm bobibos
BBM Bobibos (Foto: Kompas.com)

PROGRES.ID – Di tengah naiknya harga bahan bakar dan kegelisahan masyarakat tentang masa depan energi, publik tiba-tiba kembali dihebohkan oleh kemunculan sebuah nama: Bobibos yang merupakan akronim dari “Bahan Bakar Original Buatan Indonesia, Bos!” Sebuah produk yang diklaim memiliki angka oktan setara Pertamax Turbo (RON 98) namun dibanderol jauh lebih murah—bahkan hanya sepertiga harganya, yakni hana sekira Rp4.000. Lebih mencengangkan lagi, sang penemu, M. Ikhlas Thamrin mengaku bahwa bahan bakar ini dibuat dari jerami padi.

Bagi sebagian orang, temuan semacam ini terasa seperti napas segar. Namun, bagi sebagian lain, terutama yang mengikuti sejarah “penemuan energi baru” di Indonesia, euforia semacam ini bukan hal baru. “Kita harus kritis.”

Ketika kisah Bobibos dibedah lebih dalam, kita harus membuka kembali ingatan kolektif tentang serangkaian klaim spektakuler yang pernah mengguncang dunia energi Tanah Air.

Jejak Fenomena Energi Ajaib: Dari Blue Energy hingga Nikuba

Sebelum Bobibos, Indonesia sudah berkali-kali dikejutkan dengan penemuan yang diklaim mampu “mengubah dunia”. Beberapa di antaranya bahkan sempat mencapai panggung kekuasaan nasional.

1. 2006 – Blue Energy: “Air Jadi Bensin”

Nama Joko Suprapto mungkin masih teringat oleh sebagian masyarakat. Ia mengklaim mampu mengubah air menjadi solar, bensin, hingga minyak tanah. Klaimnya begitu memikat hingga ia diundang langsung untuk bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sayangnya, kisah itu berakhir memalukan. Ketika diminta memperagakan teknologinya, sang penemu justru menghilang. Bukan diculik mafia migas seperti teori konspirasi yang sempat beredar, ia bersembunyi karena tak mampu membuktikan klaimnya.

Akhir cerita, Joko dipenjara atas kasus penipuan yang merugikan beberapa institusi Pendidikan, yakni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

2. 2012 – PLTH: Pembangkit Listrik Tenaga Hampa

Dari Malang muncul klaim baru: sebuah kotak misterius yang mampu menyalakan lampu tanpa bahan bakar. Ketika dibongkar, ia tak lebih dari aki dan inverter—teknologi sederhana yang menyala hanya beberapa menit.

3. 2022 – Nikuba: “1 Liter Air = 400 Km”

Klaim bahan bakar air kembali mencuat lewat alat bernama Nikuba. Namun alat ini juga menghadapi keraguan besar: setiap kali ditantang untuk melepas tangki bensin dan membuktikan bahwa kendaraan benar-benar berjalan hanya dengan air, pembuatnya menolak.

Tak hanya itu, penemu Nikuba juga pernah mengaku menciptakan teknologi lain yang ternyata sudah lebih dulu ditemukan orang lain—mulai dari apar kulit singkong hingga rompi antipeluru dari sabut kelapa.

Kembali ke 2025: Bobibos Mencuri Sorotan

Kini, di 2025, Bobibos menjadi tokoh baru dalam deretan klaim energi alternatif. Dalam video Youtube Ada Manfaat, sang narasumber mennyebut, banyak orang bertanya: benarkah jerami bisa diolah menjadi bahan bakar?

Secara ilmiah, jawabannya bisa.

Jerami dapat diolah menjadi:

  • Selulosa, lalu menjadi Glukosa, yang melalui fermentasi akan menjadi Etanol.
  • Etanol memang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Namun di situlah problem baru muncul.
  • Apakah Etanol Bisa Dipakai untuk Mesin Kendaraan di Indonesia?

Jika benar Bobibos merupakan etanol, maka ada dua masalah besar:

1. Nilai Energinya Lebih Rendah

Etanol hanya memiliki sekitar 70% energi dari bensin. Artinya, klaim “lebih irit” patut dipertanyakan.

2. Etanol Menyerap Air

Etanol bersifat water-based dan mudah menarik uap air dari udara. Jika digunakan 100%, ia dapat:

  • mempercepat karat pada tangki, merusak sistem bahan bakar, dan mengganggu kinerja mesin.
  • Hal ini berbeda dengan bensin yang bersifat oil-based, tidak bercampur air, dan lebih stabil.
  • Keadaan ini membuat mayoritas kendaraan di Indonesia belum kompatibel dengan etanol murni.

Lalu, Mengapa Banyak Orang Tetap Percaya?

Euforia atas temuan energi alternatif bisa dimengerti. Di negara yang 270 jutaan warganya tergantung pada transportasi darat, penemuan bahan bakar murah adalah harapan besar.

Namun harapan tanpa verifikasi bisa menjadi bumerang.

Dalam video Youtube Ada Manfaat, menegaskan:

“Kalau omongan hanya dari pembuatnya, itu belum objektif. Bahkan bensin Pertamina yang katanya paling bagus, di Jawa Timur banyak kendaraan mogok.”

Sama halnya dengan Bobibos, klaim harus dibuktikan lewat uji coba independen, bukan sekadar pernyataan penciptanya. Ia bahkan menyarankan agar reviewer otomotif seperti Ridwan Hanif, Fitra Eri, atau kreator otomotif populer lainnya melakukan pengujian langsung.

Karya Anak Bangsa Tetap Penting, Tapi…

Ada satu pesan penting dari video tersebut: mendukung karya anak bangsa bukan berarti menerima semua klaim tanpa menguji.

Contoh suksesnya jelas—Amran Sulaiman, Menteri Pertanian yang kaya karena benar-benar menemukan produk yang berguna dan dipatenkan.

Karya besar mendatangkan manfaat nyata dan berkelanjutan, bukan sekadar viral sesaat.

Mengapa Kita Harus Lebih Kritis?

Pengalaman masa lalu membuktikan bahwa euforia bisa menipu, dan harapan yang tidak disertai nalar dapat berujung kerugian besar.

“Semoga kita tidak gampang terpesona oleh fenomena-fenomena di media massa dan selalu berpikir kritis.”

Di era informasi yang bergerak cepat, sikap kritis bukan hanya perlu—tetapi wajib.

Kesimpulan: Antara Sains dan Sensasi

Fenomena Bobibos adalah cermin dari betapa besarnya kebutuhan masyarakat terhadap inovasi energi. Namun inovasi sejati harus:

  • dapat diuji,
  • dapat dibuktikan,
  • dan dapat dijelaskan secara ilmiah.

Apakah Bobibos benar-benar terobosan energi?

Ataukah hanya ulangan dari kisah-kisah lama?

Waktu dan pengujian objektif akan menjawabnya.

***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *